BUKU BAGUS

KITAB MAKAN (1) : ADAB MAKAN SENDIRIAN (1)

Makan adalah bagian dari agama. Tentang ini Allah mengingatkan :

كلوا من الطيبت واعملوا صالحا

"makanlah yang baik dan beramallah yang shalih"

Makan menjadi aktifitas seorang hamba dalam ketaatannya kepada perintah Allah yang berupa rasa lapar. Baginda Rosulullah saw bersabda, "Seorang hamba Allah diberi pahala sampai suapan di mulutnya dan di mulut istrinya (keluarganya) sekalipun"

Seorang hamba Allah yang hendak makan sebagai bagian dari agamanya, hendaklah ia menampakkan cahaya agama dalam makannya. Dengan demikian makannya menjadi ibadah bukan sekedar memuaskan hasrat dan syahwat.

Cahaya keagamaan tersebut ditunjukkan pada empat bagian. Yang pertama adalah pada adab saat makan sendirian. Yang kedua adalah pada adab tambahan saat makan bersama-sama. Yang ketiga adalah pada hal yang berkaitan dengan jamuan. Yang keempat adalah pada hal yang berkaitan dengan undangan.

ADAB MAKAN SENDIRIAN

Adab makan sendirian terbagi pada tiga bagian. Yang pertama adalah adab sebelum makan. Yang kedua adalah adab saat makan. Yang ketiga adalah adab setelah makan.

a. Adab sebelum makan

Adab sebelum makan seluruhnya ada tujuh.

Adab yang pertama adalah hendaknya makanannya halal dan baik. 

Halal di sini bukan hanya benda yang dimakannya, tapai termasuk pula cara memperolehnya. Aktifitas usaha dalam memperoleh makanan tersebut harus sah secara syar'i.

Baik di sini adalah makanannya teermasuk benda yang bermanfaat serta memiliki kadara gizi atau nutrisi yang dibutuhkan. Termasuk dalam hal ini adalah kehati-hatian (sikap wara') dalam usaha dan memilih makanan, tidak termasuk yang dimakruhkan. Demikian pula, pilhannya bukan didasarkan pada memperturutkan hawa nafsu.

Adab yang kedua adalah berwudu atau paling sedikitnya membasuh tangan. Baginda Rosululloh saw bersabda, "Wudu sebelum makan menghilangkan faqir dan setelah makan menghilangkan sinting".

Makan sebagai bagian dari agama adalah wasilah ibadah. Makan seakan berada pada jalan kesucian, sebagaimana wudhu sebagai wasilah sahnya shalat.

Adab yang ketiga adalah makanan ditempatkan pada alas di atas tanah/lantai. Ini lebih dekat dengan perbuatan Baginda Rosululloh saw. 

Imam Al-Gazali qs berpendapat bahwa makan lesehan lebih dekat kepada tawadhu' daripada makan di meja makan. Namun, walaupun demikian makan di meja makan tidak terlarang. Makan di meja makan tidak haram, bahkan makruh pun tidak.

Makan di meja makan sebenarnya adalah bid'ah, karena tidak pernah dilakukan oleh Baginda Rosululloh saw. Tapi, tidaklah termasuk bid'ah yang buruk apalagi sesat, karena Baginda Rosululloh saw tidak pernah melarang. Tidak ada larangan maupun perintah dalam Al-Quran dan As-Sunnah berkaitan makan di meja makan.

Namun, makan di meja makan pun dapat menjadi buruk dan terlarang. Kondisi ini terjadi bila landasannya adalah gengsi dan takabbur. Larangannya adalah larangan ligorihi, yaitu karena sebab lain bukan karena perbuatan itu sendiri. Yang dilarang sebenarnya adalah sikap gengsi dan ketakabburan itu, bukan perbuatan makan di meja makannya. 

Adab yang keempat adalah duduk dengan baik. Duduk yang baik di sini adalah sikap duduk sebagaimana hamba yang sedang menerima anugerah dari Allah SWT. Duduk ini dilakukan sejak awal sampai akhir. baaginda Rosululloh saw menyampakan "Aku tidak makan sambil berdiri. Aku makan sebagaimana seorang layaknya seorang hamba makan. Duduk sebagaimana layaknya seorang hamba duduk"

Adab yang kelima adalah berniat untuk menjadikannya sebagai wasilah mendapatkan kekuatan untuk taat kepada Allah. 

Makan tidak didasarkan untuk memperturutkan hawa nafsu. Makan bukan karena hasrat dan syahwat. Syaikh Ibrahim bin syaiban rh berkata, "Selama 80 tahun aku tidak makan sesuatu karena hasrat syahwatku. Aku pun berniat menyedikitkannya sebab bila makan agar kuat beribadah, maka tidaklah benar niat itu kecuali makan tidak sampai kenyang. Sungguh kenyang itu menghalangi ibadah, membuat tidak mampu beribadah"

Kepentingan niat ini adalah untuk mengendalikan hawa nafsu dan melatih qona'ah (menerima apa yang ada). Baginda Rosululloh saw menjelaskan, "Anak Adam tidak memnuhi wadah yang lebih jelek daripada perutnya. Cukuplah anak Adam makan sekira dapat menegakkan tulang punggungnya. Apabila tidak (mampu) demikian, maka makanlah sepertiga perutnya, minum sepertiga dan udara sepertiga"

Unttuk mendukung niat ini seyogyanya seorang hamba tidak makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang. Insya Allah, siapa yangmengerjakannya akan sehat dantidak membutuhkan dokter.(bersambung)

Wallohu a'lam.

Referensi :
1. Ihya Ulumiddin karya Imam Al-Ghozali qs
2. Ittihafus Sadatil Muttaqin karya Syaikh Az-Zubaidi qs