Sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu 'anhu menyampaikan bahwa ketika beliau sedang bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Rasulullah shallallaah ‘alahi wa sallam menyampaikan sebuah hadis yang sangat ditekankan untuk diperhatikan sehingga beliau shallallaah ‘alahi wa sallam sampai bersabda, “Aku sampaikan sebuah hadis yang apabila kamu pelihara - apabila kamu perhatikan, maka bermanfaat bagimu dan apabila kamu sia-siakan - apabila kamu sepelekan, maka kamu tidak akan punya hujjah - tidak akan punya alasan, di hadapan Allah ‘azza wa jalla”
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan bahwa Allah menciptakan tujuh Malaikat dan tujuh langit, satu Malaikat menjadi penjaga pintu dari satu langit. Malaikat tersebut akan memeriksa setiap orang yang amalnya diangkat ke langit oleh Malaikat Hafazhah.
LANGIT PERTAMA
Ada amal yang bersinar bagaikan matahari dan Malaikat Hafazhah yang membawanya memuji banyak dan bersihnya amal tersebut, Malaikat penjaga pintu langit pertama menghentikannya seraya berkata, “Tamparkan amal ini pada wajah pelakunya, aku pemeriksa gibah, aku diperintahkan Allah untuk tidak membiarkan amal para pelaku ghibah untuk melewatiku - aku diperintahkan Allah untuk tidak membiarkan amal orang yang suka menceritakan kejelekan orang lain untuk melewatiku”
LANGIT KEDUA
Ada amal lain yang berkilauan cahayanya, banyak dan dipuji oleh Malaikat Hafazhah yang membawanya. Amal ini berhasil melewati langit pertama karena pelakunya tidak pernah menceritakan keburukan orang lain. Tetapi ketika sampai di pintu langit kedua, penjaga langit kedua menghentikan seraya berkata, “Berhenti, tamparkan amal ini ke wajah pelakunya, sesungguhnya ia punya maksud duniawi dengan amalnya - ia mengejar kekayaan, ia mengejar kekuasan dengan amalnya - aku diperintahkan Allah tidak membiarkan amalnya melewatiku”
Dilaknatlah pelakunya oleh para Malaikat sampai sore hari.
LANGIT KETIGA
Ada lagi Malaikat Hafazhah yang naik ke langit dengan membawa amal yang sangat memuaskan, penuh oleh sedekah, puasa dan bermacam-macam kebaikan yang Malaikat Hafazhah memuji dan menganggap sedemikian banyaknya. Langit pertama dan kedua terlewati, tapi begitu sampai ke langit ketiga, Malaikat Penjaga pintu langit ketiga berkata, “Berhenti, tamparkan amal ini ke wajah pelakunya, saya Malaikat pemeriksa kibr (kesombongan), aku diperintahkan Allah tidak membiarkan amalnya melewatiku, karena ia seorang yang takabbur – seorang yang sombong pada orang lain di lingkungannya - ia merasa dirinya lebih dari yang lain”.
LANGIT KEEMPAT
Ada lagi amal yang dibawa naik oleh Malaikat Hafazhah. Amal itu bersinar bagaikan bintang yang paling besar, suaranya bergemuruh, penuh dengan tasbih, dengan puasa, shalat, hajji dan umroh. Begitu sampai ke langit yang keempat, Malaikat Penjaga pintu langit keempat itu berkata, “Berhenti, tamparkan amal ini ke wajah pelakunya, saya Malaikat pemeriksa ujub – pemeriksa rasa bangga diri, yeuh aing, aku diperintahkan Allah tidak membiarkan amalnya lewat, sebab jika dia beramal, dia selalu ujub.”
LANGIT KELIMA
Ada lagi Malaikat Hafazhah naik dengan membawa amal seorang hamba yang diiring, diantar seperti pengantin. Amalnya begitu bagus, seperti jihad, ibadah hajji dan umroh, cahayanya pun berkilauan bagaikan matahari. Ketika sampai di langit kelima, Malaikat Penjaga pintu langit kelima berkata, “Saya Malaikat pemeriksa hasud (iri / dengki), dia suka hasud kepada orang lain yang mendapat nikmat Allah – ia iri, ia dengki pada orang lain, dia itu benci pada yang membuat Allah ridha. Aku diperintahkan Allah tidak membiarkan amalnya lewat”.
LANGIT KEENAM
Ada Malaikat Hafazhah yang naik dengan membawa amal yang lain, membawa wudhu yang sempurna, shalat yang banyak, puasa, hajji, umroh. Namun, ketika sampai ke langit yang keenam, Malaikat Penjaga pintu langit keenam berkat, “Saya Malaikat pemeriksa rahmat – pemeriksa kasih sayang, tamparkan amal yang nampaknya bagus ini ke wajah pelakunya, ia tidak pernah mengasihi orang lain, apabila ada orang yang mendapatkan musibah, maka dia merasa senang. Aku diperintahkan Allah tidak membiarkan amalnya lewat”.
LANGIT KETUJUH
Ada pula Malaikat Hafazhah yang naik ke langit dengan membawa amal hamba berupa bermacam-macam sedekah, puasa, shalat, jihad dan waro’. Suara amal itu bergemuruh bagaikan guntur, cahayanya pun bagaikan petir. Ketika sampai ke langit yang ketujuh, Malaikat Penjaga pintu langit ketujuh berkata, “Saya pemeriksa sum’ah – pemeriksa rasa ingin mashur dan populer, sesungguhnya pemilik amal ini ingin termashur dalam kumpulan-kumpulan, selalu ingin tinggi diantara kawan-kawannya dan ingin mendapat pengaruh di hadapan para tokoh. Aku diperintahkan Allah tidak membiarkan amal itu lewat. Tiap-tiap amal yang tidak bersih karena Allah, maka itulah riya. Allah tidak menerima dan tidak mengabulkan amal orang-orang riya”.
DI HADHRATULLAAH
Ada pula Malaikat Hafazhah yang naik dengan membawa amal hamba, yakni shalat, zakat, puasa, hajji, umroh, akhlak terpuji dan pendiam tidak banyak omong serta penuh zikir kepada Allah Yang Maha Tinggi, lolos melewati ketujuh langit. Kemudian diiring oleh Malaikat ketujuh langit sehingga sampai menerobos hijab-hijab dan sampai ke hadirat Allah Yang Maha Suci. Para Malaikat berdiri di hadapan Allah jalla jalaluh. Semua bersaksi bahwa amal ini adalah amal yang shalih dan diikhlaskan karena Allah.
Tapi, Allah Yang Maha Tinggi berfirman, “Kalian Hafazhah, pencatat amal hamba-Ku, sedang Akulah yang mengawasi hatinya. Amal ini tidak karena Aku, yang dimaksudkan olehnya adalah selain dari-Ku, tidak diikhlaskan kepada-Ku. Aku lebih mengetahui apa yang dimaksud olehnya dengan amal itu. Aku laknat ia, ia menipu manusia dan menipu kalian, tapi Aku tak tertipu olehnya. Akulah Yang tahu akan segala yang gaib. Akulah yang melihat isi hatinya. Tidak samar bagi-Ku apapun yang samar. Tidak tersembunyi bagi-Ku apapun yang tersembunyi. Ilmu-Ku terhadap yang terjadi sebagaimana ilmu-Ku terhadap yang akan terjadi. Ilmu-Ku terhadap yang lalu se-bagaimana ilmu-Ku terhadap yang akan datang. Ilmu-Ku terhadap mereka yang terdahulu sebagaimana ilmu-Ku terhadap mereka yang kemudian. Aku mengetahui yang rahasia dan yang samar. Bagaimana hamba-Ku dapat menipu-Ku dengan amalnya ? Dia hanyalah bisa menipu makhluk-makhluk yang tidak tahu, sedangkan Aku Yang mengetahui segala yang gaib. Laknat-Ku tetap baginya.”
Berkata Malaikat ketujuh langit dan 3000 Malaikat yang mengiringinya, “Ya Tuhan kami tetap baginya laknat-Mu dan laknat kami semua.”
Berkata pula penghuni langit, “Tetap baginya laknat Allah dan laknat mereka yang melaknat.”
MENYELAMATKAN DIRI
Ketika mendengar hadits ini sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu menangis terisak-isak dan berkata, “Ya Rasulallaah, bagaimana aku bisa selamat dari yang barusan diceritakan ?”
Rasulullah bersabda, “Hai Mu’adz, ikutilah Nabimu dalam soal keyakinan !”
Sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu bertanya kembali, “Engkau adalah Rasulullaah, sedangkan saya ini hanya si Mu’adz bin Jabal. Bagaimana saya bisa selamat dan bagaimana bisa terlepas dari bahaya tersebut ?”
Rasulullah menjawab, “Begitulah wahai Mu’adz. Seandainya dalam amalmu ada kelengahan dan kekurangan, maka :
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan bahwa Allah menciptakan tujuh Malaikat dan tujuh langit, satu Malaikat menjadi penjaga pintu dari satu langit. Malaikat tersebut akan memeriksa setiap orang yang amalnya diangkat ke langit oleh Malaikat Hafazhah.
LANGIT PERTAMA
Ada amal yang bersinar bagaikan matahari dan Malaikat Hafazhah yang membawanya memuji banyak dan bersihnya amal tersebut, Malaikat penjaga pintu langit pertama menghentikannya seraya berkata, “Tamparkan amal ini pada wajah pelakunya, aku pemeriksa gibah, aku diperintahkan Allah untuk tidak membiarkan amal para pelaku ghibah untuk melewatiku - aku diperintahkan Allah untuk tidak membiarkan amal orang yang suka menceritakan kejelekan orang lain untuk melewatiku”
LANGIT KEDUA
Ada amal lain yang berkilauan cahayanya, banyak dan dipuji oleh Malaikat Hafazhah yang membawanya. Amal ini berhasil melewati langit pertama karena pelakunya tidak pernah menceritakan keburukan orang lain. Tetapi ketika sampai di pintu langit kedua, penjaga langit kedua menghentikan seraya berkata, “Berhenti, tamparkan amal ini ke wajah pelakunya, sesungguhnya ia punya maksud duniawi dengan amalnya - ia mengejar kekayaan, ia mengejar kekuasan dengan amalnya - aku diperintahkan Allah tidak membiarkan amalnya melewatiku”
Dilaknatlah pelakunya oleh para Malaikat sampai sore hari.
LANGIT KETIGA
Ada lagi Malaikat Hafazhah yang naik ke langit dengan membawa amal yang sangat memuaskan, penuh oleh sedekah, puasa dan bermacam-macam kebaikan yang Malaikat Hafazhah memuji dan menganggap sedemikian banyaknya. Langit pertama dan kedua terlewati, tapi begitu sampai ke langit ketiga, Malaikat Penjaga pintu langit ketiga berkata, “Berhenti, tamparkan amal ini ke wajah pelakunya, saya Malaikat pemeriksa kibr (kesombongan), aku diperintahkan Allah tidak membiarkan amalnya melewatiku, karena ia seorang yang takabbur – seorang yang sombong pada orang lain di lingkungannya - ia merasa dirinya lebih dari yang lain”.
LANGIT KEEMPAT
Ada lagi amal yang dibawa naik oleh Malaikat Hafazhah. Amal itu bersinar bagaikan bintang yang paling besar, suaranya bergemuruh, penuh dengan tasbih, dengan puasa, shalat, hajji dan umroh. Begitu sampai ke langit yang keempat, Malaikat Penjaga pintu langit keempat itu berkata, “Berhenti, tamparkan amal ini ke wajah pelakunya, saya Malaikat pemeriksa ujub – pemeriksa rasa bangga diri, yeuh aing, aku diperintahkan Allah tidak membiarkan amalnya lewat, sebab jika dia beramal, dia selalu ujub.”
LANGIT KELIMA
Ada lagi Malaikat Hafazhah naik dengan membawa amal seorang hamba yang diiring, diantar seperti pengantin. Amalnya begitu bagus, seperti jihad, ibadah hajji dan umroh, cahayanya pun berkilauan bagaikan matahari. Ketika sampai di langit kelima, Malaikat Penjaga pintu langit kelima berkata, “Saya Malaikat pemeriksa hasud (iri / dengki), dia suka hasud kepada orang lain yang mendapat nikmat Allah – ia iri, ia dengki pada orang lain, dia itu benci pada yang membuat Allah ridha. Aku diperintahkan Allah tidak membiarkan amalnya lewat”.
LANGIT KEENAM
Ada Malaikat Hafazhah yang naik dengan membawa amal yang lain, membawa wudhu yang sempurna, shalat yang banyak, puasa, hajji, umroh. Namun, ketika sampai ke langit yang keenam, Malaikat Penjaga pintu langit keenam berkat, “Saya Malaikat pemeriksa rahmat – pemeriksa kasih sayang, tamparkan amal yang nampaknya bagus ini ke wajah pelakunya, ia tidak pernah mengasihi orang lain, apabila ada orang yang mendapatkan musibah, maka dia merasa senang. Aku diperintahkan Allah tidak membiarkan amalnya lewat”.
LANGIT KETUJUH
Ada pula Malaikat Hafazhah yang naik ke langit dengan membawa amal hamba berupa bermacam-macam sedekah, puasa, shalat, jihad dan waro’. Suara amal itu bergemuruh bagaikan guntur, cahayanya pun bagaikan petir. Ketika sampai ke langit yang ketujuh, Malaikat Penjaga pintu langit ketujuh berkata, “Saya pemeriksa sum’ah – pemeriksa rasa ingin mashur dan populer, sesungguhnya pemilik amal ini ingin termashur dalam kumpulan-kumpulan, selalu ingin tinggi diantara kawan-kawannya dan ingin mendapat pengaruh di hadapan para tokoh. Aku diperintahkan Allah tidak membiarkan amal itu lewat. Tiap-tiap amal yang tidak bersih karena Allah, maka itulah riya. Allah tidak menerima dan tidak mengabulkan amal orang-orang riya”.
DI HADHRATULLAAH
Ada pula Malaikat Hafazhah yang naik dengan membawa amal hamba, yakni shalat, zakat, puasa, hajji, umroh, akhlak terpuji dan pendiam tidak banyak omong serta penuh zikir kepada Allah Yang Maha Tinggi, lolos melewati ketujuh langit. Kemudian diiring oleh Malaikat ketujuh langit sehingga sampai menerobos hijab-hijab dan sampai ke hadirat Allah Yang Maha Suci. Para Malaikat berdiri di hadapan Allah jalla jalaluh. Semua bersaksi bahwa amal ini adalah amal yang shalih dan diikhlaskan karena Allah.
Tapi, Allah Yang Maha Tinggi berfirman, “Kalian Hafazhah, pencatat amal hamba-Ku, sedang Akulah yang mengawasi hatinya. Amal ini tidak karena Aku, yang dimaksudkan olehnya adalah selain dari-Ku, tidak diikhlaskan kepada-Ku. Aku lebih mengetahui apa yang dimaksud olehnya dengan amal itu. Aku laknat ia, ia menipu manusia dan menipu kalian, tapi Aku tak tertipu olehnya. Akulah Yang tahu akan segala yang gaib. Akulah yang melihat isi hatinya. Tidak samar bagi-Ku apapun yang samar. Tidak tersembunyi bagi-Ku apapun yang tersembunyi. Ilmu-Ku terhadap yang terjadi sebagaimana ilmu-Ku terhadap yang akan terjadi. Ilmu-Ku terhadap yang lalu se-bagaimana ilmu-Ku terhadap yang akan datang. Ilmu-Ku terhadap mereka yang terdahulu sebagaimana ilmu-Ku terhadap mereka yang kemudian. Aku mengetahui yang rahasia dan yang samar. Bagaimana hamba-Ku dapat menipu-Ku dengan amalnya ? Dia hanyalah bisa menipu makhluk-makhluk yang tidak tahu, sedangkan Aku Yang mengetahui segala yang gaib. Laknat-Ku tetap baginya.”
Berkata Malaikat ketujuh langit dan 3000 Malaikat yang mengiringinya, “Ya Tuhan kami tetap baginya laknat-Mu dan laknat kami semua.”
Berkata pula penghuni langit, “Tetap baginya laknat Allah dan laknat mereka yang melaknat.”
MENYELAMATKAN DIRI
Ketika mendengar hadits ini sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu menangis terisak-isak dan berkata, “Ya Rasulallaah, bagaimana aku bisa selamat dari yang barusan diceritakan ?”
Rasulullah bersabda, “Hai Mu’adz, ikutilah Nabimu dalam soal keyakinan !”
Sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu bertanya kembali, “Engkau adalah Rasulullaah, sedangkan saya ini hanya si Mu’adz bin Jabal. Bagaimana saya bisa selamat dan bagaimana bisa terlepas dari bahaya tersebut ?”
Rasulullah menjawab, “Begitulah wahai Mu’adz. Seandainya dalam amalmu ada kelengahan dan kekurangan, maka :
- Tahanlah lisanmu dari menjelekkan orang lain, terutama menjelekkan para ulama – para ahli Al-Quran.
- Tolaklah keinginan menjelekkan orang lain dengan mengingat kejelekan dirimu sendiri.
- Jangan membersihkan dirimu sendiri dengan menjelekkan orang lain.
- Jangan mengangkat dirimu dengan merendahkan, menekan dan menjatuhkan orang lain.
- Jangan pamerkan amalmu agar diketahui orang lain.
- Jangan mengurusi dunia sehingga melupakan urusan akhirat.
- Jangan berbisik dengan seseorang ketika ada orang lain.
- Jangan takabbur kepada orang lain, nanti luputlah kebaikanmu di dunia dan akhirat.
- Jangan berkata kasar di majlis sehingga orang takut terhadap keburukan akhlakmu. Jangan mengungkit-ungkit kebaikan pada orang lain.
- Jangan merobek-robek orang lain dengan lisanmu, nanti kamu dirobek-robek anjing-anjing Jahannam, sebagaimana firman Allah ta’ala : “wan nasyithaati nasythaa” (di neraka itu ada anjing-anjing perobek badan-badan manusia), yaitu mengoyak-ngoyak daging dari tulangnya.
Sahabat Mu’adz bin Jabal bertanya kembali, “Ya Rasulallah, siapa yang yang kuat menanggung penderitaan seperti ini ?
Rasulullah menjawab, “Wahai Mu’adz, yang aku ceritakan tadi padamu itu akan mudah bagi mereka yang dimudahkan oleh Allah ta’ala. Cukuplah bagimu mencintai orang lain sebagaimana mencintaimu sendiri dan bencilah untuk orang lain apa yang kamu benci untuk dirimu sendiri. Bila engkau demikian niscaya dirimu akan selamat dan terhindar.”
Wallaahu a'lam
Referensi :
1. Minhajul 'Abidin karya Imam Al-Ghazali qs
2. Sirajuth Thalibin karya Syaikh Ihsan AlJampasi Al-Kadiri qs